To Find (ME)


Hi, readers. It's been a long time. Ditengah panasnya suhu belakangan ini, saya jadi banyak merenung. Bagaimana tidak, niatan berurusan kesana kemari dibawah suhu yang melebihi 30'C membuat saya mundur dan tetap tinggal. Akhirnya saya menyadari beberapa hal selain tentang kepastian tahun 2024 yang tinggal 2 bulan 2 minggu lagi, juga tentang dia yang pastinya tidak akan kembali lagi. Ya, tahun 2023 menjadi jawaban dan kepastian tentang siapa dan apa yang ada disisiku. Tahun ini, papaku tercinta sudah beristirahat dengan damai untuk selamanya. Hubungan yang tidak terduga dimulai dan berakhir hanya dalam sekelebat bayangan, tetapi meninggalkan luka yang tidak main-main sakitnya. Lagi, hidup menjadikanku lelucon dengan satu penyebabnya, bersandar bukan kepada Sang Pemelihara.

Oktober bergerak menuju minggu ke 3.

Besok, usiaku pun genap 30 tahun. Angka yang seharusnya menjadi titik balik mapannya seorang manusia menurut society standard. The society said that, umur 30 itu harusnya sudah menikah, punya anak, punya penghasilan tetap, punya tempat tinggal sendiri, dan berada dalam kategori siap menuju hari tua yang cerah.

Hahaha!

Entah siapa pencetus standar ini, tetapi standar ini berhasil merangsek masuk ke dalam kepala orang kebanyakan, seolah itu adalah pakem yang kami generasi 93 ini harus penuhi. Padahal, menurutku itu hanya harapan mereka sendiri yang belum bisa mereka wujudkan ketika berada di usia kami hari ini.

Bukan mencari pembelaan diri, ya. Saya juga mau punya hidup yang demikian teratur dan kelihatannya bahagia serta baik-baik saja begitu. Tapi, Sang Pemelihara memiliki kehendak lain atasku. Masih segar dalam ingatanku, bagaimana tahun 2022 rasanya seperti tahun penuh hadiah bagiku. Berkunjung ke Pulau Bali merupakan salah satu wish list yang terpenuhi pada tahun 2022 setelah nangkring sejak 2012 dalam wish listku. Berhasil menjadi perwakilan Indonesia di Forum Internasional juga merupakan salah satu wish listku yang terjawab, meski bukan Benua Eropa atau Amerika, UAE pun lebih dari cukup untuk menikmati surga dunia. Semuanya serba mewah dan sajian first class yang ku peroleh membuatku enggan kembali ke kota kelahiranku.

Sayang, ijin tinggalku belum permanen. Tapi, masih ada jalan menuju Roma. Keinginanku untuk tinggal dan berkiprah di luar negeri tak pernah surut. Kembali ku mengabdi di kota kecil ini, untuk menyelesaikan tanggung jawabku, minimal sampai saat kontestasi politik di 2024 nanti.

Mengapa menjadi tanggung jawabku? Sejak kapan urusan ummat menjadi tugasku? Nabi pun bukan, rasul apalagi. Yah, saya dan komunitas politik yang saya imani ini sudah turut berjuang sejak tahun 2017. Resminya dalam politik praktis demikian. Tetapi, history kami masing-masing sudah ada jauh sebelum komunitas politik ini ada. Tahun 2019 kami memenangkan 1 kursi untuk DPRD Provinsi yang diemban Sekjend kami, meski kini hak politiknya dikebiri secara paksa entah oleh internal maupun eksternal. Tahun 2020, kami pun turut mengambil peran dalam kontestasi pilkada, menjadi direktur relawan dan membangun sistemnya meskipun kini menemui tembok yang entah dibangun oleh siapa. Kini, 2024, saya selaku admin, yang kata Sekjend saya, "Harus menang karena membawa brand komunitas kami" juga mengambil bagian untuk DPRD Kota Palu Dapil Palu Selatan - Tatanga.

Yah, ajaibnya, atau mungkin lebih nyaman disebut sebagai kebetulan, besok usiaku genap 30, nomor urut dalam kontestasiku pun nomor 3. Semoga angka 3 ini mebawa keberuntungan bagiku, dan bagi kalian semua yang sejak awal mengenalku hingga detik ini memilih tetap tinggal dan berkawan denganku karena percaya padaku, bahkan turut mendukungku hingga kita tiba di titik ini. Dalam ulang tahunku besok, ada agenda yang menyenangkan pun terjadi, pendaftaran Paslon Capres dan Cawapres usungan Partaiku akan mendaftar ke KPU. Permohonan maaf kepada publik sekitar KPU RI di Jakarta pun sudah disampaikan sejak tadi, sebab Partai Pengusung memperkirakan akan ada "ketidak nyamanan" yang akan ditimbulkan akibat iring-iringan esok. Seringnya menjadi panitia lokal, membuatku membayangkan sesibuk apa mereka di pusat saat ini mempersiapkan esok.

Oh ya, satu hal yang menarik dalam sesiku kali ini tentang penemuan jati diri. Tadi pagi, ada pegumuman menarik dari Capres dan Cawapres besutan Partai Sebelah. Sebagai salah satu aktivis yang meyakini rasionalitas beliau diatas rata-rata, saya merasakan kecewa melihat sosoknya berjalan disisi Partai Penguasa itu. Maksudku, ayolah, Prof. Apakah melanjutkan "legacy" adalah batas harga pengabdian dan Jati Diri bangsa ini? Benarkah demikian? Kita yang sempat terasa dekat karena sering bertaut dalam cuitan twitter tiba-tiba menjadi asing. Analisaku menjadi liar, menerka apa posisi tawar yang dibangun. Egoku menolak mengakui haus kuasa menjadi salah satu alasan beliau, demi rasa hormatku padanya sebelum deklarasi tadi berlangsung.

Sisa satu lagi, Capres dan Cawapres yang belum menunjukkan wajahnya. Akankah oligarki ini menjadi jilid episode yang jauh lebih menyiksa dibanding jahatnya Misca dalam 7 season Cinta Fitri yang tren pada masanya? Semoga saja tidak.

Yah, urusan politik dan kenegaraan ini memang tak sepenting keluar dari zona nyaman atas pakem society yang saya sebutkan diawal bagi kami-kami penanggung jawab usia 30an hari ini. Tapi, apa yang terjadi pada hidup kami, sesungguhnya adalah imbas dari berbagai kebijakan politik sebelumnya dan produk politik hari ini.

Terakhir, dalam tulisan ini saya ingin menyampaikan apresiasi bagi kita, millenial penanggung jawab usia 30an yang sudah bertahan sejauh ini dan tetap waras meski badai kehidupan lebih kejam dari hurricane dan pelangi tak kunjung tiba. Setelah patah hati terberat kehilangan sosok papa, juga kehilangan dia, saya merasa berada dititik terendahku. Kehilangan kepercayaan diri dengan mudahnya, kemarin. Menangis sesegukan, meski saat diterjang likuefaksi tak setetespun air mataku mengalir. Hari ini, saya sadar bahwa yang paling penting adalah merawat, menjaga dan menerima apa yang tinggal disisi kita. Sang Pemelihara selalu memiliki jalan lain. Kisahku mungkin hanya sedikit sedih dibandingkan kisah kalian. Poinnya bukan untuk bersaing siapa yang paling menyedihkan, tapi untuk saling menguatkan.

Jangan terlalu memaksakan diri, lembut dan baiklah pada dirimu sendiri agar kau mampu berlaku lembut dan baik pada orang lain. Adil sejak dalam pikiran itu dimulai bagi diri sendiri sebelum diimpimentasikan ke orang lain. Kita luar biasa, tetap berdiri tegak lurus meski terus digerus. Kelak kita akan menemukan sisi lain diri kita yang tersenyum bangga mengenang perjuangan kita hari ini. Kita akan menemukan diri kita pada waktu yang tepat. Being 30 y.o isn't a crime, not committed into a crime even we still try to make it works and worthy. It's ok, you doing it right and you're on the right track!

Rasanya sungguh tak sabar menantikan gebrakan yang akan kami lakukan ketika Sekjendku sudah kembali membersamai kita. Detik ini masih terhitung vakum pun, banyak legacy yang ditinggalkan dan mendapatkan testimoni positif dari masyarakat. 

Ini adalah momentum kita. Dikerangkeng pun tak mampu membuat kita bungkam, apalagi jika kita solid dan berkumpul lagi. 

Kami ada dan terus berlipat ganda.

Ditulis di Meeting Room Bantaya Kopi & Eatery

Palu, 18 Oktober 2023

Komentar

Postingan Populer