Specchio

Saling menyalahkan menjadi biasa bagi manusia sebab pembenaran adalah salah satu cara membela diri yang alamiah melekat padanya. Hampir setiap manusia senang sekali menyalahkan sesama manusia ataupun benda karena suatu hal yang berdampak pada dirinya. Misalnya, bunga ini layu karena kau malas memnyiraminya. Biasanya itu adalah dialog antara ibu dan anak gadisnya. Padahal menyiram bunga bisa di lakukan oleh siapa saja di dalam rumah itu. Bisa juga ketika seseorang tersandung, kadang kala galon yang tak sengaja di letakkan, di kambing hitamkan sebagai penyebabnya. Lebih sering lagi jika putus cinta, pihak ketiga selalu menjadi terdakwa penyebab berantakannya rencana bahagia mereka. Padahal itu cara Tuhan menegur mereka yang mendahului takdir dan terlampau angkuh, seolah mampu mendikte rotasi matahari.

Pola pertahanan diri ini saya sebut manipulatif, karena enggan melihat dengan baik penyebab sebenarnya. Cenderung menyembunyikan fakta, mengutamakan kenyamanan diri sendiri dan pihak terkait. Hal ini sama saja dengan koruptor yang berkata, "Siapa suruh kau berikan aku kesempatan." tidak adil, bukan?

Seperti peribahasa mengatakan ada asap ada api, maknanya segala sesuatu pasti ada sebabnya. Demikian halnya dengan apa yang terjadi kepada kita. Kalau kita terjatuh, sudah pasti bukan hanya disebabkan oleh lantai yang licin. Bisa jadi kita tidak melihat tanda lantai basah karena buru-buru. Bisa jadi anak kita di beri hukuman oleh gurunya karena melakukan hal yang melanggar aturan. Apakah kita harus menyerang balik dengan meluapkan emosi kepada petugas kebersihan dan tenaga pengajar seolah semuanya terjadi akibat kelalaian mereka saja atau kita memilih berfikir panjang sembari menyadari bahwa segala sesuatu memang diciptakan Tuhan berpasangan. Ada aksi, ada reaksi.

Entah seperti apa para pembaca yang membaca tulisan saya kali ini. Judulnya aneh, jelas bahasa asing. Ya, Specchio adalah bahasa Italia yang berarti cermin. Mengapa cermin? Karena saya hanya ingin membuat kita semua menyadari bahwa tidak ada Yang Esa di dunia ini selain Tuhan. Semuanya selalu berada pada dua pihak, kiri dan kanan, baik dan buruk meskipun relatif, serta sebab dan akibat.

Dari sekian perumpamaan sederhana, yang ingin saya sampaikan sebenarnya tentang kasus manipulatif pada romansa. Bukan perempuan yang di imingi akan pernikahan atau laki-laki yang terbuai dengan paras nan elok, tetapi tentang seperti apa dan bagaimana kita menyikapi kandasnya sesuatu yang di pakaikan frasa “in relationship” dalam bahasa Inggris. Perempuan pun sebaliknya lelaki kerap berburuk sangka bahwa pasangannya telah di goda dan tergoda pada sesuatu yang baru. Tanpa sedikitpun mengakui bahwa pasangannya juga menggoda pihak ketiga itu. Manipulatif, bukan?

Dulu semasa kuliah, sahabat saya pernah mengeluarkan semboyan, “selagi janur kuning belum melengkung, dia masih milik umum.” Saya sering terkekeh kalau mengingat itu. Bukan. Bukan soal kisah masa lalu kami, tapi soal seberapa banyak orang yang memahami melihat banyak hal dari sudut pandang yang berbeda. Tak perlu banyak, dua sudut pandang pun sudah cukup.

Dari akun instagram seorang penulis buku puisi berjudul Rejected Letter, saya menemukan kepingan persamaan presepsi tentang manipulatif yang saya sebutkan tadi. Katanya, “People show exactly who they are. Sometimes it’s us who want to believe in a different, non-existent version of them. We get hurt because their reality contradicts our fantasy.” Butuh tarikan nafas panjang untuk mengetikkan makna kalimat ini. “Orang lain telah menunjukan siapa mereka. Terkadang kita yang ingin mempercayai dengan cara yang berbeda, versi tidak nyata diri mereka. Kita tersakiti karena diri mereka dalam realita berlawanan dengan hayalan kita.”

Maka jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

Pernahkah kita berlaku baik kepada pasangan kita, keluarga kita, juga sahabat kita?
Pernahkah kita berfikir sekali saja memahami penat rekan kerja kita dengan berhenti melontarkan candaan berlebihan padanya seolah setiap hari ia akan tertawa karena candaan itu?
Pernahkah kita memikirkan seberapa takutnya anak kita akan di marahi jika memecahkan sebuah vas bunga padahal dia harus menyelamatkan diri agar tak terkena pecahannya?
Pernahkah sekali saja kita meluangkan waktu kembali mencari memori indah saat kebersamaan sudah terlalu lama dan melempem, seolah sudah terbiasa satu sama lain dan memahami gejala bosan yang di tunjukkan orang lain?
Pernahkah kita dengan sukarela berbagi sepotong kue, sebungkus coklat, selembar jawaban kepada orang lain?
Pernahkah kita memahami perasaan bahagia yang kita rasakan sebagai pemenanng atas hati pasangan kita mulai membelenggu dan mengubah rasa sayang berganti dengan alasan tanggung jawab?
Pernahkah kita memuji dandanan, wewangian, tampilan, kreasi, pekerjaan, pilihan, selera musik dan film orang lain secara sukarela tanpa harus membandingkan kesukaan kita dengan mereka?
Pernahkah sekali saja pikiran kita mampu mengerem bibir dari pertikaian?
Pernahkah sekali saja kita menyadari bahwa ingkar adalah kesalahan fatal dan tak mungkin selamanya termaafkan?

Berat. Sangat berat dan masih banyak pertanyaan lagi. Ratusan, bahkan ribuan. Tapi tak perlu ku tuliskan. Jika dia pergi, ikhlaskanlah. Mungkin orang lain mampu mengangkat perasaan tertekan dan belenggu yang kau klaim sebagai bahagia saat bersama dulu. Jika sahabatmu lebih memilih meninggalkanmu, mungkin saja ada hal yang bahkan tak mampu kalian bahas apalagi tuntaskan. Jika nilaimu buruk, ujianmu gagal, jangan menyerah. Tuhan pasti menunggumu untuk lebih dekat lagi kepadaNYA. Jika kau kehilangan segalanya, bersedihlah lalu kembali pada Tuhanmu. Mungkin Tuhanmu rindu pada setiap perilakumu yang selalu mengandalkanNYA.

Bercerminlah, tak ada yang sempurna di dunia ini. Tak satupun mampu berdiri sendiri. Bukan karena manusia adalah makhluk sosial, tapi karena Tuhan ingin kita berbagi. Jangan lagi jika kau menabrak galon, lalu galon yang kau marahi karena tak bergeser. Jangan lagi kalau kau terpeleset karena kulit pisang, lalu kulit pisang itu kau marahi karena tak masuk tong sampah.

Racauan di awal bulan Juli, enam bulan menuju 2020.
Kompleks Zebra Indah.
Selasa, 02 Juli 2019


Komentar

Postingan Populer