Terburu-buru Makan Sahur Karena Imsak

Lagi-lagi masih banyak propaganda receh yang berseliweran dan kali ini penyebarannya seperti kanker ganas yang hampir tidak terdeteksi. Sebab itu terjadi melalui media sosial, dengan peran penuh dari jempol serta tombol “share” atau “bagikan” ditekan. Dari sekian banyak, saya hanya akan menyebutkan satu dari mereka yaitu ujaran kebencian. Tapi jangan cepat menganggukkan kepala atau mengerinyitkan dahi dulu. Sebab tulisan ini akan menjadi pelengkap tulisan pertama yang saya rilis sebelumnya, terutama mengenai Islam sederhana, sebelum kita mendalami tulisan ke dua untuk lanjutannya. Baiklah, kita mulai.

Saya mengkategorikan ujaran kebencian ini menjadi empat bagian. Mereka adalah:

1.       Ujaran kebencian yang muncul ditahun politik yang sudah pasti muncul mendekati pesta demokrasi terbesar di negara ini dan sudah pasti ditujukan pada kandidat-kandidat yang akan bertarung nantinya. Sebagian orang menyebutnya “black campaign”

2.       Ujaran kebencian yang ditujukan pada tokoh-tokoh atau sosok yang kreatif tapi kritis, memiliki track record pekerjaan cemerlang tetapi masih tidak luput dari khilaf dan salah karena memang sifat dasar manusia.

3.       Ujaran kebencian selanjutnya biasanya ditujukan pada pemuka agama yang saya tidak mengerti apa landasannya.

4.       Terakhir, yang paling jahat dan patut untuk diusut kebenarannya adalah propaganda receh dengan tujuan mengadu domba, menimbulkan perpecahan, biasanya ditujukan pada kaum tertentu, terkadang berupa gambar, terkadang bisa jadi muncul dalam bentuk vidio.

Nah, pembacaku yang budiman, subuh ini kita tak perlu membahas empat kategori tersebut. Sebab tidur adalah hak tubuh anda meskipun kantuk tidak terasa. Mari kita berfokus pada kategori poin empat, ujaran kebencian paling receh. Berikut contohnya dalam berupa gambar dan vidio. Apa tanggapan anda? Sebal? Sama! Saya pun sebal. Tapi, anda sebal kepada siapa? Pelaku yang mengunggah, membagikan, atau pada pelaku terduga bersalah didalam muatan postingan? Ada juga yang bentuk screen shoot (saya bingung istilah dalam bahasa Indonesianya apa, sebab terbiasa menyebut aktivitas ini dengan kata “capture”) lalu diberikan lingkaran seperti ini. Receh yaa ...............

Nah, ada satu hal sederhana yang menghawatirkan kita semua dan patut untuk kita bahas. Postingan propaganda tentang seseorang (biasanya berasal dari kaum lain, atau bukan dari kaum yang menjadi sasaran propaganda) yang menginjak, merobek, membakar, dan entah apalagi, sebuah kitab suci agama tertentu. Sensitif? Benar! Tapi perlu untuk diperbincangkan, bahkan menjadi perdebatan untuk mendapatkan pencerahan. Yang paling sering diadu domba adalah muslim dan nasrani. Saya juga tidak tahu mengapa, mungkin saja mereka (si pelaku penyebar ujaran kebencian) merasa ini adalah tontonan yang seru.

Beberapa waktu yang lalu, kita dihebohkan dengan postingan seseorang yang diduga nasrani katanya “melecehkan” Al-Qur’an dan “menghina” Islam. Si pengunggah tidak pernah lupa mencantumkan identitas agama terduga sebagai agama seberang dari yang dituju. Hebohlah dunia maya. Malapetaka yang bernama “viral” pun datang. Unggahan itu terus dibagikan dari akun ke akun, obrolan ke obrolan, broadcast ke broadcast sampai akhirnya aparat kita lemah dan tak mampu mengatasi cyber crime ini. Seperti kanker ganas yang penyebarannya tidak terasa, secara cepat menggerogoti pikiran sehat kita lalu mengubah paradigma berpikir dari obor yang terang menjadi sumbu pendek.

Begini pandangan Islam Sederhana dari saya:
Al-Qur’an adalah kitab. Kitab atau kitabun dalam bahasa arab berarti buku. Maka Al-Qur’an juga adalah sebuah buku, secara harfiah. Sabar, jangan emosi dulu ya pembacaku yang budiman. Ada kerabat saya yang sama marahnya dengan anda ketika statement saya diatas ter-post di panel obrolan grup. Dia menambahkan seperti ini, “Al-Qur’an itu kitabul karim” lalu saya menjawabnya lagi, “iya, artinya tetap kitab suci. Kitab ya buku. Ya buku suci. Tetap sebuah buku.” Saya himbau agar anda membaca tulisan ini sampai selesai, agar imbang dan tulisan kedua saya nantinya tidak perlu memberikan pemaparan lebih dalam soal Islam receh, melainkan berfokus pada “menangisi kemunduran Islam di zaman modern” pada part 2 Mendung-mendung Baper Jelang Berbuka Puasa.

Begini saudaraku, dalam kacamata sederhana saya, Al-Qur’an hanyalah sebuah buku yang berisikan firman Allah SWT. Dia dibuat karena kehawatiran para penghafal akan wafat dan tak ada yang meneruskan, maka ditulislah dia. Saya pun belum tahu, mengapa “IQRA” yang pertama turun tetapi Al-Fatihah yang menjadi awalnya. Maaf. Saat ini bagi saya Al-Qur’an sudah tidak spesial lagi. Sebab dengan sangat mudah kita bisa mendapatkannya. Asal memiliki uang, atau menunggu gratisan dibagikan dibulan Ramadhan seperti sekarang. Malahan sudah dimodifikasi, ada yang pelangi, ada yang berbunga-bunga, dan design aneh lainnya. Memprihatinkan sekali jika kita mengagungkan buku yang memiliki cover seperti itu, sama saja seperti majalah. Dan karena pendapat ini, seorang teman yang benar-benar marah bertanya, “Al-Qur’an itu makhluk atau Khalik?” saya balik bertanya lagi, “Hafiz itu makhluk atau khalik?”

Begini temanku, saya orang simple yang tidak bisa membawa kitab kita kemana saja. Maka saya men-down-load aplikasi Al-Qur’an didalam ponsel pintar saya. Jika kalian marah pada orang yang melakukan apa yang kita tidak inginkan pada kitab suci kita, bagaimana dengan saya yang dalam ponsel pintar saya juga terdapat kitab suci kita? Ponsel pintar saya sering jatuh, pernah terinjak, pernah saya lempar dengan sengaja, pernah dibuang anakku, bahkan terinjak. Lalu apakah itu termasuk jenis-jenis tindakan yang kita tidak inginkan? Apakah itu kategori pandang enteng (bahasanya orang Palu yang berarti “meremehkan”)? Demi Allah saya menitikkan air mata saat mengetik bagian ini. Semoga kalian para pembaca masih bertahan dan membaca sampai pada bagian ini.

Saudaraku!
Al-Qur’an terlalu mulia untuk kau kategorikan sebagai sebuah buku!

Sebab Al-Qur’an adalah kalam ilahi. Isinya adalah firman Allah SWT, Tuhan kita. Apakah firman itu hanya seperti panduan manual barang elektronik yang tidak pernah kita simak bahkan baca terlebih dahulu sebelum mengoperasikan alatnya?

Inti dari Al-Qur’an bukan pada bentuk fisiknya yang tertulis, melainkan pada kandungannya! Istigfar ... istigfar ... Astagfirullah! Satu juta manusia dari kalangan manapun merobek, menginjak, membakar, atau melakukan apapun pada Al-Qur’an tidak akan mengubah isi, makna dan kandungannya!

Ya Allah ... ada berapa banyak cetakan Al-Qur’an setiap harinya? Tidak akan berpengaruh. Karena makna itu akan langsung masuk disini, didalam dada kita. Suatu tempat yang disebut “kalbu” ...
Semuanya sangat sederhana jika kalian menyetujui cara pandang sederhana yang saya suguhkan. Sebab dari kesederhanaan semua terasa lebih bersahaja, lebih mudah untuk diterima.

Pernahkah kalian mendengarkan salah satu riwayat Nabi Muhammad SAW yang selalu diludahi dan dilempari kotoran oleh seorang perempuan tua, lantas ketika perempuan itu sakit, Nabi Muhammad SAW justru pergi menjenguknya. Beliau lahir jauh beratus-ratus tahun sebelum kita. Tapi pola pikirnya, pola pikir para sahabat, serta para pengikutnya yang beruntung karena dapat bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW dijaman itu jauh lebih modern dari pada kita. Padahal mereka sederhana. Bahkan sangat sederhana. Tetapi mereka memaknai kesederhanaan itu, darling. Rasulullah dan para ummat dijamannya paham dengan betul mana tindakan produktif dan tidak, dalam menyikapi hal-hal sentimental seperti ini. Apa faedahnya menghujat balik, membagikan dan mengutuk isi propaganda receh tersebut? Justru membuat senang si pengunggah. Padahal belum tentu seseorang yang terduga hindu adalah pelaku ujaran kebencian benar-benar beragama hindu atau agama lainnya.

Yang paling memprihatinkan adalah kondisi mental orang kita yang tidak mau mengolah, sekedar mengkaji atau bertanya tentang postingan yang dia temui. Langsung saja menekan tombol “share” karena merasa “direndahkan” keyakinannya, “dihina” yang diyakininya, “dinistakan” apa yang meyakinkan dirinya untuk yakin. Kurang lebih seperti judul tulisan ini, Terburu-buru Makan Sahur Karena Imsak, selesai.

Ditulis dengan sepenuh hati oleh seorang yang bukan anggota partai, tidak berpolitik mewakili partai, sama sekali tidak religius apalagi fanatik, bukan penulis dan hanya ibu rumah tangga biasa, beranak dua, berusia dua puluh empat tahun yang mencintai kesederhanaan Islam. Yup! Mamah Muda!
Kamis, 31 Mei 2018
Pkl. 06.36 WITA

P.S: Makan saat imsak itu sudah tidak dibolehkan (sebagian berpendapat seperti itu, ada juga yang bilang boleh minum air putih saja lalu berniat untuk puasa). Dari sisi medis, makan dengan terburu-buru dapat menyebabkan kita tatigo (bahasanya orang Palu, artinya tersedak) yang dapat berdampak pada kematian jika makanan yang tersedak ditenggorokan tidak kunjung turun ke organ bawah atau dimuntahkan. Sama halnya dengan emosi memburu karena mendapati propaganda receh dan langsung meng-klik tombol “share” tanpa berpikir panjang bahwa jika semua orang tidak meng-nge-rem, berapa juta kesalah pahaman dan emosi serta kebencian tak berdasar yang mengahabisi energi positif manusia. Terburu-buru dan diburu nafsu dapat menyebabkan stroke! Tidak percaya? Akses saja secara konstan berita-berita propaganda receh, pasti hipertensi akan datang pada anda sesegera mungkin, ditemani naiknya kolesterol, kemudian asam urat, bahkan stroke! Mau sehat? W.O.L.E.S!

Komentar

Postingan Populer